STREAM PERENCANAAN WILAYAH DAN DESA
Penomena klasik pembangunan pada ahir abad 20 adalah “pertumbuhan ekonomi meningkatkan kesenjangan”. Kesenjangan yang pada awalnya hanya terbatas pada pengukuran ekonomi, distribusi kesejahteraan pada golongan pendapatan tinggi dan golongan pendapatan rendah, kemudian menjadi phenomena sosial politik dengan mempertentangkan makin senjangnya masyarakat kaya dan miskin, sampai pada kesenjangan spatial yaitu kesenjangan antar daerah, kesenjangan keberfihakan kebijakan pembangunan dalam pertumbuhan desa dan kota. Penomena ini makin diperparah lagi pada dekade awal millennium 21 ini dengan adanya globalisasi. Negara-negara yang bekembang akan terpuruk dalam kancah “internal nasional menyelesaikan permasalah kesenjangan ini secara berkelanjutan” daripada mampu bersaing dengan negara-negara lainnya.
Mitologi “semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk maka semakin tinggi proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan, dan pada tahun 2015 akan ada 26 megacity, kota dengan penduduk lebih dari 10 juta orang, dimana 22 kota akan tumbuh di negara-negara yang sedang berkembang, maka awal millennium ini disebut dengan the Urban Milenium.” Mitologi inilah yang menjadikan negara-negara berkembang terjebak dalam perangkap kebijakan perkotaan yang liberalistis kapitalis dan ketidak mampuan bersaing dalam era globalisasi. Laju pertumbuhan penduduk perkotaan yang tinggi tidak saja harus menyediakan lapangan pekerjaan dan lingkungan permukiman yang makin besar, tetapi yang sangat mendasar adalah bagimana menyediakan kebutuhan pangan untuk memenuhi pertambahan jumlah penduduk yang makin tinggi untuk tidak kelaparan.
Awal tahun 70’an Friedmann mengingatkan bahwa sebaiknya negara-negara berkembang tidak terperangkap pada strategi urban millennium dengan konsep Kutub-kutub pertumbuhan yang memberikan perhatian penuh terhadap pembangunan perkotaan, tetapi konsisten membangun kawasan-kawasan pedesaan yang berbasis pertanian yang akan menumbuhkan kota-kota pertanian (agropolitan) yang tangguh.
Khitah pendirian Fakultas Teknik Unsiba adalah Teknik Pembangunan Masyarakat yang berbasiskan syariah Islam yang dimulai dari komunitas awal di pedesaan. Eksisternsi pendidikan pasantren dengan kekuatan sosial-ekonomi dan sosial politiknya sejak jaman penjajahan, jaman revolusi fisik sampai kemerdekaan, telah terbukti ketangguhannya. Paradigma pembangunan ini menawarkan opsi pendekatan pembangunan yang berbeda dengan mitologi Urban Milenium, yang menghasilkan kesenjangan yang makin melebar. Urban Milenium berbasis pada pemetaan hierarchis dari “global capitalism” ke Pusat – Center (urban agglomeration), Semi-periphery dan Periphery. Kota-kota besar di negara berkembang seperti Indonesia hanya memainkan peranan sebagai periphery (pinggiran) saja dalam perekonomian global dan hanya sebagai pelayan sistem ekonomi kapitalisme global. Sedangkan khitah pendirian Fakultas Teknik Unisba, berbasis pada pertumbuhan dan pengembangan komunitas di pedesaan dengan kemandiriannya yang komprehensif untuk maju dan mampu bersaing di era globalisasi. Nilai-nilai kearifan local yang dewasa ini digandrungi diteliti bukan hanya disajikan sebagai hasil-hasil penelitian yang menarik tetapi dipakai sebagai acuan dalam mengambil kebijakan pembangunan khususnya perencanaan pembangunan pedesaan.
Pandangan “urban myop” terhadap sumberdaya manusia, dalam penyediaan saran prasarana lingkungan, kemiskinan dan lain-lainnya sebagai keterbelakangan atau ketertinggalan, harus di-ubah dalam paradigm pembangunan pedesaan berbasis komunitas dan kearifan local. Economic development index diganti dengan Human Development Index atau pendekatan economic-centric ke-arah anthropo-centric, sustainable development menjadi inclusive development, atau green development dewasa ini adalah bentuk-bentuk pendekatan yang melepaskan diri dari konvensi “urban myop”.
Pembangunan pedesaan dengan pendekatan “community development” seperti khitahnya pendirian Fakultas Teknik Pembangunan Masyarakat pada awal pendiriannya, perlu dikaji ulang karena memang harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Setelah lebih dari 40 tahun berdiri pengembangan fakultas teknik, program teknik pengembangan masyarakat pedesaannya, Prodi PWK Fakultas Teknik Unisba telah ikut terbawa arus kearah “urban millennium” yang memfokuskan pada pusat-pusat pertumbuhan perkotaan yang berbasis industrialisasi kapitalisme global.
Stream Perencanaan Wilayah dan Desa yang berbasis pada core curriculum pada planning, termasuk didalamnya pengetahuan dasar teori perencanaan desa, metodologi perencanaan dan teknik perencanaan pembangunan desa; dimana studio perencanaan wilayah dan desa berfokus pada diskusi-diskusi pengalaman penyelesaian masalah-masalah pedesaan, including case studies and workshops. Kaji ulang memfokuskan kembali strategi pembangunan nasional dan pengembangan wilayah berawal dari penguatan pembangunan kawasan pedesaan akan menjadi topic utama dalam stream Perencanaan Wilayah dan Desa ini. Tantangan kebutuhan tenaga professional perencana dalam era globalisasi ini bukan saja hanya memahami pendekatan secara sistemik dan komprehensif sesuatu permasalahan pada kulitnya saja tetapi juga membutuhkan keterampilan yang makin dalam (think global and act localy).
-Uton R.Harun-
MATA KULIAH STREAM
DOSEN PENGAMPUH
ROADMAP STREAM DESA